Contoh Kasus Penyimpangan Good Corporate Governance (GCG) Dalam Etika Bisnis
Penyimpangan GCG pada Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel)
Masyarakat
Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance
(GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan
(SE) No.177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi pada
medio Oktober 2011. SE tersebut berisikanhimbauan menghentikan
penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai
dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis
:
Layanan
SMS premium ini tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak
asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna
telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan
yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium
tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa
selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja
merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang
tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun
dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini
kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga
seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi
lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang
pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat
BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG).
Menurutnya,
penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan
Premium.Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat
menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan
Dirjen.
Berikutnya
tentang indepedensi dan profesionalitas dimana BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang
seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihaklain. BRTI tidak
jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak
kepadabisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal
lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku
kepentingan. Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena
dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk
dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan
Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan. Penyelenggara
Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan
kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada
Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM
01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan
Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir
terkait, Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan
ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium, sedangkan dalam SE
BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya,
kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal
ini karena penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah
mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun
sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya
pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)
Solusi :
Dari contoh kasus diatas
merupakan kasus kurangnya pemahaman tentang konsep GCG pada
beberapa manajer. Oleh karena itu, kasus
seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peristiwa ini yang
diakibatkan karena kurangnya pemahaman tentang konsep Good Corporate Governance, harapannya agar dapat segera teratasi
dan tidak dapat terulang kembali. Kesadaran tentang pentingnya
mempraktikkan CSR ini menjadi tren global dengan memperhatikan kaidah-kaidah
sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Menjunjung tinggi
nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku senantiasa berpijak untuk
kebaikan semua. Dan juga harus ada
upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan.
Referensi
:
https://www.academia.edu/37818973/Contoh_Kasus_Dalam_Penyimpangan_Etika_Bisnis_Dan_GCG
http://sitinukomalasarioktaviani.blogspot.com/2015/11/contoh-kasus-yang-ada-dalam-literatue.html
Komentar
Posting Komentar