Contoh Pelanggaran Etika Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis di Indonesia
Pelanggaran Etika Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia
bisnis. Untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya banyak perusahaan
yang menghalalkan segala cara. Praktek curang ini bukan saja merugikan
masyarakat, tapi perusahaan itu sendiri sebenarnya.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi
kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan
bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis
yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah
selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan kerapkali diwarnai praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Berikut adalah bentuk-bentuk pelanggaran etika
bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam kegiatan bisnis di Indonesia :
1). Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Contoh
pelanggaran tersebut seperti sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang
pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini
perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
2). Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan
X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru
sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru.
Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan
mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar.
Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan
uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, yayasan baru
memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragam guru.
Dalam kasus ini, pihak yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar
prinsip transparansi.
3). Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS
Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan
mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah
seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur,
sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan
Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai
kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan
diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip
akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
4). Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip
pertanggungjawaban
Sebuah
perusahaan PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby
sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan
berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan
akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan
bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak
jadi berangkat ke negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut
langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos
administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B
tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan.
Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja.
5). Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah
perusahaan properti ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun
rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan
kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi
kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi
lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan
tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu
menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di
Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang
belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah
diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan
perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi
karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan
penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan
properti tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena
tidak memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan
yang tidak masuk akal.
6). Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah
perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan
kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak
pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan
kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak
perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena
tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan
perusahaan pengembang.
7). Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah X dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
Tindakan yang tidak
etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan
masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, ataupun larangan beroperasi. Hal ini akan dapat
menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki
peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak
mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem
remunerasi atau jenjang karier.
Dalam menjalankan sebuah
bisnis, setiap pemilik usaha harus menjadi panutan bagi orang lain yaitu mampu
menangani tanggung jawab dan menyadari peluang sesuai dengan tanggung jawab
jabatannya, salah satunya dengan memastikan bisnis dapat berjalan dengan baik.
Referensi
:
http://anikmugirahayu.blogspot.com/2012/06/pelanggaran-etika-bisnis.html?m=1
https://pintek.id/blog/etika-bisnis/
Komentar
Posting Komentar